Spiga

I Love Facebook, Epidemi Skizofrenia

Teman saya keranjingan Facebook. Hari pertama menggauli mesin virtual ini ia bertemu dengan kawan lamanya yang nyaris tak dikenalinya. Ia begitu takjub akan keajaiban Facebook. Malam itu ia baru meninggalkan ruang kerjanya saat lampu kantor dipadamkan.

Bukan cuma teman saya yang tergila-gila, saya pun tengah gandrung dengan mainan baru ini. Facebook menghubungkan saya dengan sejumlah orang yang tak dapat saya jumpai di dunia nyata. Teman-teman sekolah saya yang tak tahu di mana rimbanya saya temui kembali di sini. Tidak hanya teman sekolah, banyak orang juga bisa berkawan dengan sejumlah orang yang sosoknya terasa jauh di alam nyata. Ada artis, ada politisi, budayawan, dan sejumlah orang beken. Keajaiban Facebook. Lupakan jarak dan waktu serta batas sosial. Ketiganya hanya ada di dunia nyata.

Siapa yang belum punya account Facebook? Hari geneee belum punya Facebook?! Orang-orang di seluruh dunia tengah gandrung dengan mesin ajaib ini. Cobalah lihat data di Alexa. Facebook adalah mesin jejaring sosial nomor satu. Sementara, untuk keseluruhan situs di dunia, Facebook menempati rangking ke-5 setelah Yahoo, Google, YouTube, dan Windows Live. Data ComScore Mei 2008 menyebutkan, situs ini dikunjungi 123,9 juta orang sekolong langit.

Semua prestasi Facebook dicapai hanya dalam waktu empat tahun. Mark Zuckerberg meluncurkan situs ini pada 4 Februari 2004. Awalnya, keanggotaan Facebook dibatasi hanya untuk siswa Harvard College. Selanjutnya, diperluas ke kampus-kampus lain dan akhirnya meluas ke seluruh dunia. Di Indonesia Facebook masih kalah populer dibanding Friendster. Data alexa, Friendster nangkring di posisi 3, sementara Facebook 7.

Inilah zaman baru. Zaman yang merevolusi cara orang berkomunikasi dan berjejaring. Teknologi telah menisbikan ruang, waktu, dan batas sosial. Komunikasi terjalin sedemikian intens dalam kesunyian, tanpa kata-kata. Tidak ada suara. Keriuhan komunikasi jutaan orang di dunia berlangsung riuh dalam aneka simbol. Kalau pun ada keriuhan itu terjadi hanya di dalam benak mereka yang termangu di depan komputer. Zaman yang aneh karena kode-kode berupa huruf dan angka mampu mencipta realitas lain di dunia yang maya.

Melalui bahasa program, apakah itu html, xml, java, dan lainnya, alfabet yang jumlahnya hanya 26 dan angka yang hanya berjumlah 10 plus belasan tanda baca lainnya mampu menciptakan sebuah dunia baru, dunia cyber, yang meluluhlantakan dimensi ruang dan waktu yang selama berabad-abad membatasi manusia. Dahsyatnya lagi miliaran aktivitas kode itu berjalan di sebuah kabel serat optik yang sedemikian tipisnya, setipis rambut manusia.

Realitas baru ini terepresentasikan sedemikian utuhnya meski hanya berupa simbol, mulai dari sekadar mengirim secangkir kopi hingga memeluk dan mencium mesra. Meski hanya berupa kode interaktivitas ini mampu membuat enzim kimiawi pembawa emosi di dalam tubuh kita bergejolak juga. Di dunia maya itu rasa senang, sedih, bahagia, cembur, kesal, semuanya.

Realitas maya itu telah jauh melebihi realitas itu sendiri. Seperti kisah kawan saya di atas. Realitasnya ia tidak tahu di mana temannya berada. Namun di dunia serat optik ia bertemu dengan temannya. Ia tidak lagi perlu tahu temannya yang di Swedia sono alamatnya di mana. tapi, ketidaktahuan teritorial di alam nyata bukanlah hambatan untuk berkomunikasi. Lucunya, semua dari kita percaya saja bahwa teman-teman kita di Facebook adalah benar teman kita yang kita kenal di dunia nyata.

Ada sebuah karikatur lucu yang pernah saya temukan di internet. Dua ekor kucing terlihat asyik di depan komputer, berselancar di internet. Kucing yang satu tampak gelisah dan bertanya kepada temannya, dan bertanya,

"Eh, nanti kalo ketahuan gimana nih?"
"Udah, tenang aja, percaya deh, mereka enggak tahu kalau kita kucing," jawan temannya.

Zaman yang mengagumkan. Dunia kode melebur dan menjadi realitas baru. Makin lama makin sulit saja membedakan mana yang nyata dan tidak nyata. Dalam ilmu psikologi ketidakmampuan membedakan mana yang nyata dan tidak nyata adalah gejala penyakit neurotik skizofrenia.

Penyakit ini nampaknya tengah meluas menjangkiti banyak orang di seluruh dunia. Telah terjadi epidemi skizoferenia. Demikian masifnya epidemi ini sehingga tidak lagi dianggap sebagai penyakit. Orang disebut gila jika ia hidup sebagai minoritas yang sangat minoritas di tengah mayoritas orang waras. Sebaliknya jika minoritas orang waras yang sangat minoritas hidup di tengah masifitas orang gila orang waras itulah yang disebut gila. Ketika menulis inipun saya sangat bingung menemukan batas kewarasan dan kegilaan.

Ah, tulisan ini memang tidak penting...hahahahaha...

Selamat Datang KanalOne, Eh Salah, Vivanews

Setelah lama jadi perbincangan sejak awal tahun ini, akhirnya situs berita milik kelompok usaha Bakri, KanalOne, eh salah, vivanews, mengorbit di jagad maya per Selasa (14/10) pagi kemarin. Entah kenapa pada bulan-bulan terakhir menjelang kelahirannya, KanalOne mengubah brandnya menjadi vivanews. Situs ini meramaikan dunia persilatan media online tanah air setelah okezone milik MNC meluncur awal tahun 2007 disusul kemudian inilah. Sejak bisnis online meredup di Indonesia tahun 2002 dan menggemboskan belasan situs komersil, praktis hanya detik dan kompas yang bertahan. Tempointeraktif hanya dihitung sebagai penggembira.

Kehadiran vivanews tentu saja menggembirakan karena memperkaya jagad informasi di ranah baru media bernama internet. Vivanews juga membawa semangat kompetisi bagi media-media online sebelumnya. Semangat kompetisi ini penting karena hanya dengan itulah adrenalin situs berita lain terpicu untuk terus memperbaiki diri.

Bagi saya, hal yang paling menggembirakan dari situs baru ini adalah kebaruan yang diusungnya. Seperti sering digembar-gemborkan, vivanews mengklaim diri sebagai situs pertama yang mengawinkan kecepatan ala dot com dan kedalaman ala majalah. Menilik orang-orang yang membidani situs ini kita akan mafhum dengan klaim tersebut.

Vivanews dikomandani oleh sejumlah pentolan Majalah Tempo. Ada Karaniya Dharmasaputra, Wenseslaus Manggut, Nezar Patria yang kepergiannya konon ditangisi Gunawan Mohammad. Mereka khatam akan tradisi investigatif ala majalah yang dalam dan komprehensif. Selain itu, situs yang mengusung tagline news and community portal ini juga digawangi Suwarjono, salah seorang dedengkot detik yang membidani okezone dan kemudian hijrah ke vivanews. Ikut pula sejumlah awak detik dan okezone ke ladang baru itu. Ammatul Rayyani bekas fotografer yang lama berkiprah di teleivis juga ikut memperkuat squad vivanews.

Selama ini tradisi jurnalisme online di Indonesia sangat dipengaruhi oleh gaya detik yang serba cepat dengan berita sepotong-sepotong. Semua situs berita online di Indonesia memeluk mazhab running news. Kelemahannya, pembaca dibanjiri oleh air bah informasi yang berbentuk penggalan-penggalan kisah. Pembaca sering kehilangan konteks karena baru mengikuti sebuah isu di tengah-tengah kejadian. Cilakanya, semua media online di Indonesia tidak memberikan summary atas penggalan-penggalan itu. Mereka berdalih, kalau mau lihat summary peristiwa hari ini baca koran besok pagi.

Apakah tradisi online hanya menganut gaya berita sepenggal-sepenggal? Tentu saja tidak. Kalau Anda membuka situs berita Yahoo, aliran yang diterapkan kantor berita AP, Reuters, dan AFP yang tersaji di sana adalah news in making. Sebuah berita awalnya muncul sepenggal, namun makin lama makin panjang dan komplet. Gaya ini membuat pembaca tidak kehilangan konteks peristiwa.

Hal lain, ada satu kekuatan media online yang selama ini belum digarap oleh situs-situs berita yang ada, yaitu keluasan ruang. Ini tidak dimiliki oleh cetak, radio, maupun televisi. Vivanews mengambil celah ini sebagai ruang untuk liputan mendalam. Kreativitas jurnalistik bisa tumpah ruah di ruang yang tak terbatas ini. Karena hanya media online-lah yang memungkinkan terjadinya konvergensi jurnalistik ala cetak, radio, dan televisi. Di dalam ruang yang tidak terbatas ini wartawan bisa menyajikan sebuah liputan komprehensif (panjang) dan memperkayanya dengan infografis dan tayangan audio visual. Jadi memang salah kalau ada yang beranggapan bahwa online hanya berarti cepat dan pendek.

Nah, selasa kemarin pertamakali membuka vivanews ekspektasi saya ternyata tidak terhempas. Bagi saya vivanews yang berbaju ala BBC ini memang menampilkan kebaruan itu. Dari sisi tampilan baju setidaknya ia tidak seragam dengan situs-situs lain. Bahkan dengan apiknya vivanews hadir dengan rubrikasi yang bisa diatur (drag and place) sesuai selera pembaca. Ini mengingatkan saya pada myYahoo. Anda bisa mengatur rubrik apa saja yang ingin Anda lihat di situs itu. Rubrik-rubrik yang tidak Anda inginkan bisa ditutup.

Kebaruan lain yang tidak dimiliki situs-situs berita lainnya adalah rubrik liputan khusus. Membaca Liputan Imam Samudra dkk seperti membaca majalah Tempo dalam bentuk yang lain. Infografis, multimedia, terkemas dengan apik.

Saya percaya fitur-fitur lain akan muncul tidak lama lagi. Kita masih menunggu bentuk komunitas yang ditawarkan vivanews. Kan, tagline-nya news and community. Di online, tidak cukup hanya news. Di era web 2.0 sebuah situs berita dituntut untuk memberi ruang bagi pembaca terlibat dalam interaktivitas. Ini menyangkut pageview, loyality index, yang ujung-ujungnya untuk mencari pengiklan.

Terakhir, soal kebaruan di atas adalah satu hal. Hal lain yang banyak juga ditunggu jawabnya oleh banyak kalangan adalah soal independensi dan idealisme jurnalistik. Merintis bisnis media di tengah persaingan yang demikian ketatnya tidak cukup hanya mengandalkan idealisme. Kepentingan kapital seringkali masuk ke ruang redaksi. Dan, suka tidak suka harus diakui, arus modallah yang menyangga sebuah media terus bertahan (dan tentu saja mensejahterakan karyawan di dalamnya). Bagaimana vivanews berkompromi dengan pemilik modal? Itu bukan cerita yang bisa dijawab satu hari ini. Just wait and see..

Internet di Tangan Obama

Temanku Wisnu habis jalan-jalan ke Amerika beberapa waktu lalu. Dia bawa oleh-oleh tulisan ini.
--------------

A Wisnubrata

Barack Obama, kandidat presiden AS dari Partai Demokrat, mengumumkan Joseph Biden sebagai calon wakil presiden pilihannya melalui email dan pesan layanan singkat (SMS). Dengan itu, para pendukung Obama menjadi orang yang pertama kali tahu.

David Plouffe, atas nama tim kampanye Obama, menyebarkan e-mail berisi tawaran kepada para pendukung senator Illinois itu. Mereka yang menerima tawaran, dijanjikan mendapat pemberitahuan pertama ketika Obama siap mengumumkan pilihannya. Cara ini diyakini merupakan upaya untuk memperluas penetrasi kampanye lewat internet yang sudah menjadi kekuatan Obama menjelang Konvensi Nasional Demokrat di Denver akhir bulan ini.

Memang sudah menjadi pembicaraan luas bahwa Obama dan tim kampanyenya sangat jitu memanfaatkan internet sebagai alat kampanye. Sebenarnya bukan hanya Obama. Dua kandidat Partai Demokrat lain, John Edwards dan Hillary Clinton juga mendeklarasikan pencalonannya melalui internet. Ini menunjukkan betapa internet telah dianggap sebagai media yang penting dalam menyampaikan informasi, pesan, berinteraksi, bahkan mengumpulkan sumbangan.

Menurut Aaron Smith, research specialist di Pew Internet and American Life Project, salah satu keunggulan internet dibanding media lain adalah kemampuannya menjadi media interaksi di mana kandidat dan pendukung bisa berkomunikasi langsung dan lebih personal dengan waktu yang lebih bebas. Ini tidak dimiliki koran yang sifatnya lebih searah, atau televisi yang waktunya tertentu.

"Keunggulan interaksi ini yang mendorong banyak kandidat termasuk Obama dan John McCain menaruh perhatian besar pada internet," ujar Smith saat ditemui di Washington, Rabu (16/7).

Dalam situsnya, barackobama.com, tim kampanye menyediakan tempat bagi orang-orang untuk berbagai pengalaman, mengirimkan pertanyaan, dan ikut dalam aksi-aksi lain, termasuk memberikan donasi. Mengenai donasi ini, Obama bahkan mencapai rekor pengumpulan sumbangan melalui online.

Hal lain yang dilakukan tim kampanye Obama melalui internet adalah menjaring pendukung. Tim ini menyusuri berbagai situs komunitas dan jaringan sosial seperti facebook dan myspace untuk menarik orang yang potensial diajak bergabung. Dari situs-situs seperti itu pula mereka menyebarkan berbagai program dan mendata keinginan masyarakat. Tim kampanye juga menyebar berbagai pidato dan kegiatan kandidat melalui situs-situs seperti youtube untuk memperluas pengaruh calonnya.

Masyarakat internet

Mengapa internet menjadi penting? Menurut penelitian Aaron Smith dalam Pew Research, di AS saat ini sekitar 75 persen warganya terhubung ke internet. Perkembangan situs jaringan sosial sangat pesat, sehingga hampir semua generasi muda di sana memiliki akses atau tergabung di dalamnya. Di situlah muncul masyarakat internet yang menghubungkan orang-orang dalam kelompok dan forum.

Masyarakat ini makin banyak memanfaatkan internet untuk berbagai hal. Dalam hasil penelitian Pew, 46 persen warga AS memanfaatkan internet untuk mencari informasi politik dan menyampaikan pendapatnya mengenai kampanye. Jumlah ini meningkat dibanding pemilu tahun 2004 yang hanya 31 persen.

Kepopuleran video online juga meningkat tahun ini, di mana 35 persen warga menyaksikan video online terkait kampanye atau pemilu, dibanding hanya 13 persen tahun 2004. Dijumpai pula bahwa 10 persen warga AS memanfaatkan situs jaringan sosial untuk melakukan aktivitas politik. Jumlah ini adalah 40 persen dari seluruh warga yang memiliki account di situs-situs tersebut.

Bagi orang-orang muda khususnya, situs-situs jaringan sosial merupakan komponen kunci. Pasalnya 66 persen pengguna internet di bawah usia 30 tahun memiliki profil di situs jaringan sosial, lebih dari separuhnya memanfaatkan situs-situs itu untuk berbagi informasi mengenai kandidat dan kampanye mereka. Merupakan keuntungan bagi Obama, karena banyak pendukungnya berasal dari kalangan muda yang lebih banyak menggunakan internet.

Dalam catatan Pew, orang-orang demokrat (partainya Obama) mengkonsumsi lebih banyak video online dibanding para pendukung republik, dengan perbandingan 51 persen vs 42 persen. Selain itu 36 persen pendukung demokrat yang online memiliki profil di situs jaringan sosial dibanding republikan yang hanya 21 persen.

Untuk meraih pengaruh yang besar di internet, tentu saja masing-masing kubu mengerahkan tenaga khusus di luar tenaga untuk kampanye tradisional. Saat mengunjungi salah satu pusat kampanye Obama di Florida bulan Juli lalu, kompas.com diberi penjelasan bahwa mereka merekrut orang-orang dan sukarelawan untuk mengurusi kampanye secara online, termasuk menyebarkan berbagai informasi tentang Obama, merekrut pemilih lewat berbagai forum, juga menjawab berbagai pertanyaan.

Tak heran bila Obama kemudian disebut-sebut berhasil memanfaatkan internet untuk keperluan pencalonannya dalam Pemilu Presiden AS tahun 2008. Keberhasilannya di dunia maya melampaui McCain yang juga memanfaatkan internet. Hal itu diakui salah seorang juru bicara untuk partai republik di Indianapolis, Cam Savage. Namun Savage yakin McCain punya keunggulan lain di luar internet dan memiliki banyak cara untuk memenangi Pemilu. "Banyak orang AS yang meragukan Obama, dan secara tradisional Mc Cain punya banyak pendukung," ujarnya.

Nah, apakah para pendukung tradisional yang kebanyakan orang kaya Amerika itu bisa mengalahkan mereka yang berharap pada perubahan? Mungkinkah McCain dengan semboyan "country first" mengalahkan Obama yang menjanjikan perubahan dengan semboyan "Change, we can believe in"? Kita tunggu saja.