Spiga

Beberapa Pertanyaan tentang Jurnalisme Online

Dalam sejumlah kesempatan memberikan pelatihan tentang jurnalistik, terutama mengenai Jurnalisme Online, pertanyaan-pertanyaan ini kerap dilontarkan para peserta. Pertanyaan-pertanyaan ini saya kumpulkan dan saya perkaya dari berbagai sumber.

Apa sih Jurnalisme Online itu?

Jawaban yang paling sederhana adalah jurnalisme yang dipraktikkan dalam medium Online. Jika sebelumnya, aktivitas jurnalistik dipublikasikan melalui medium cetak (koran, tabloid, majalah), broadcast (TV), maupun radio, kini praktik mengumpulkan, menulis, dan mengedit berita dipublikasikan secara online dalam sebuah ruang World Wide Web.

Apa sih bedanya Jurnalisme Online dengan yang lain?

Real time
Dalam jurnalisme online sebuah peristiwa dipublikasikan secara real time. Atau paling tidak dekat dengan waktu kejadian. Tidak ada yang baru sebetulnya dalam hal ini. Karena publikasi peristiwa secara real time juga dapat kita temukan dalam Jurnalisme TV dan radio. Hanya mediumnya saja yang berbeda.

Mudah mengakses arsip Materi yang diterbitkan secara online terarsipkan secara terstruktur dan mudah diakses oleh siapa saja. Tentu saja tergantung dari media yang bersangkutan, sejauh mana memberikan akses kepada pembaca.

Multimedia Selama ini sejumlah elemen terkategori terpisah sesuai mediumnya. Di media cetak cerita disajikan melalui teks dan foto, TV menyajikan gambar, dan radio menyajikan suara. Online menyatukan semuanya. Dalam online cerita dapat disajikan multimedia: teks, foto, audio dan video.

Interaktif Jurnalisme Online itu interaktif. Hyperlink yang merupakan salah satu kodrat sebuah situs merepresentasikan interaktivitas ini. Misalnya, melalui hyperlink pembaca dapat tersambungkan dengan bagian-bagian artikel lain, apakah kedalaman dan detail berita, foto, video, ataupun sudut pandang lain dari suatu peristiwa, bahkan ketersambungan dengan website lain.

Dalam jurnalisme tradisional pembaca disuguhi narasi linear. Terima beres. Di online pembaca bisa menjadi partisipan ketika mereka meng-klik hyperlink yang disertakan dalam suatu berita. Pembaca bisa mengeksplorasi lebih jauh melalui hyperlink-hyperlink itu. Contoh sederhana, sebuah berita di online biasanya dilengkapi dengan berita-berita sebelumnya yang terkait sehingga tidak kehilangan konteks waktu sebuah peristiwa.

Selain itu, pembaca juga dapat merespons dengan segera materi yang disajikan oleh para wartawan online. Ada beragam cara dalam merespons. Ada media online yang langsung menyajikan kolom komentar di bawah setiap berita. Ada juga yang meminta komentar dikirim ke redaksi melalui e-mail. Semua media cetak sebenarnya juga menyediakan ruang “respons” ini yang kita kenal dengan “Surat Pembaca”. Tapi, proses publikasi respons pembaca di media cetak memakan waktu lebih lama.

Lebih dari itu, pembaca di online tidak hanya memiliki ruang untuk berkometar tapi juga berdiskusi. Ada media-media yang menyediakan ruang forum, tempat pembaca berdiskusi. Kompas.com dan Detik.com diantaranya.

Soal partispasi ini, kita masih bisa bicara panjang lebar soal jurnalisme publik di mana pembaca dapat berpartisipasi dalam memperkaya berita. Bagian ini akan saya tulis secara khusus.

Apakah Jurnalisme Online akan mematikan publikasi cetak?

Mungkin. Soal ini memang masih menjadi perdebatan yang hangat. Sebagian orang meyakini publikasi tradisional yang mengandalkan kertas akan mati. Namun, sebagian orang lagi meyakini media kertas masih akan berumur panjang. Saya sendiri meyakini kelompok pertama. Namun, saya juga percaya tradisi jurnalisme cetak akan lebih bertahan lama ketimbang media cetaknya. Sekarang kita melihat media cetak mulai bertranformasi ke digital dalam bentuk e-paper. Tradisi jurnalisme cetaknya masih bertahan, namun mediumnya bergeser.

Seperti apakah masa depan Jurnalisme Online?

Internet atau online adalah keniscayaan sejarah. Semua media tradisional mau tidak mau harus masuk ke ranah baru ini jika tidak ingin menjadi sejarah. Itu berarti industri internet harus menggelontorkan uang lebih banyak untuk mengakomodasi kebutuhan bandwith yang semakin hari akan semakin besar karena harus memuat teknologi-teknologi baru multimedia. Sementara, ilmu jurnalistik sendiri ditantang untuk semakin kreatif memanfaatkan teknologi demi menyajikan berita yang paling baik. Dan, rasanya jurnalis juga dituntut untuk mengembangkan semua talenta mereka menyangkut keterampilan menulis, memotret, merekam gambar, mengedit, dan menguasai aneka program komputer.

Bagaimana caranya belajar Jurnalisme Online?

Wah, saya tidak tahu apakah ada rute akademik untuk keinginan ini. Setahu saya belum ada jurusan khusus mengenai jurnalisme online. Kalau pun menyinggung soal jurnalisme online itu baru sebatas bagian dari mata kuliah. Di Amerika dan Eropa ada sejumlah studi khusus mengenai online pada program pascasarjana.

Namun, jika berminat mendalami bidang ini, Anda bisa memulainya dengan belajar dasar-dasar jurnalistik karena secara umum sama sekali tidak berbeda. Selanjutnya, hal-hal khusus mengenai anak bungsu jurnalisme ini bisa dipelajari di internet atau sejumlah buku yang mengulas tentagnya. Saya belum menemukan buku dalam bahasa Indonesia.

Selain belajar mengenai ilmu dasar jurnalistik, akan sangat baik jika jurnalis online akrab dengan komputer dan sejumlah program dasar, apakah kode-kode umum HTML, pengolah foto, audio, dan video. Meski bukan merupakan kebutuhan dasar, namun dalam perkembangan ke depan saya percaya keterampilan itu akan sangat membantu kerjas-kerja jurnalistik di media online.

Selanjutnya, yang tak dapat dihindari, tentu saja Anda perlu mengembangkan keterampilan menulis. Cara terbaik untuk belajar menulis adalah mulailah menulis sekarang ini juga. Anda tidak mungkin bisa belajar sepeda hanya dengan membaca teori mengendarai sepeda. Anda juga tidak mungkin langsung bisa berenang hanya dengan membaca teori tentang berenang. Mulailah duduk di atas sadel sepeda. Siaplah untuk jatuh. Mulailah masuk ke dalam air. Siaplah untuk meneguk air. Dan, mulailah menulis saat ini juga.

Jangan Abaikan Blogger


Ini juga tulisan lama. Baik dimuat lagi di sini.
----------------

Ketika aksi demontrasi ribuan biksu dan masyarakat Myanmar berakhir rusuh, Ko-Htike warga Myanmar yang tinggal di London, menerbitkan di blog-nya berita-berita terbaru dari negaranya. Isi blognya, baik tulisan, foto maupun video jauh berbeda dengan informasi yang diwartakan media-media mainstream. Ia bahkan memrotes berita BBC yang menyebutkan bahwa sekitar 200 biksu ditahan oleh junta militer.

“Yang terjadi jauh lebih buruk,” tulis Ko-Htike. Ia baru saja menerima telepon dari saudara perempuannya di Myanmar yang menceritakan tentang penyerbuan tentara ke sebuah biara dekat kota Yangon.

“Serombongan pasukan tentara menyerbu sebuah biara yang dihuni sekitar 200 biksu. Tentara-tentara itu memerintahkan para biksu untuk berbaris dan membenturkan kepala mereka satu per satu ke dinding biara. Satu persatu para biksu yang cinta damai itu jatuh ke tanah sambil berteriak kesakitan. Kepala biara digantung di tengah komplek biara dan disiksa sampai mati,” tulis dia.

“Ditahan bukanlah kata yang tepat. Mereka telah disiksa sampai mati,” tegas Ko-Htike yang membubuhkan enam tanda seru di akhir kalimatnya. Ia juga menerbitkan gambar mayat seorang biksu yang terbenam di lumpur dengan tubuh memar.

Foto-foto lain yang ditampilan dalam blognya menggambarkan kekacauan di kota Yangon. Masyarakat dan tentara bersenjata lengkap saling berhadap-hadapan. Sejumlah foto menampilkan gambar korban penyiksaan oleh tentara. Beberapa foto terlihat tidak jelas dan buram. Namun, foto-foto yang diambil dengan penuh risiko itu mereprentasikan kekuatan penolakan masyarakat Myanmar terhadap junta militer yang berkuasa di sana.

Blog Ko-Htike hanyalah satu dari sekian situs di internet yang menginformasikan kekacauan di Myanmar. Namun, situs ini menjadi rujukan utama perkembangan berita di Myanmar.

Kepada situs BBC
, Ko-Htike mengungkapkan, ia memiliki 10 orang teman di sejumlah lokasi di Myanmar. Mereka mengirim laporan kepadanya melalui internet. Kadang melalui email kadang melalui telepon. Di telepon, karena keterdesakan waktu, kerap mereka hanya menyebut link di internet tempat mereka menyimpan informasi untuk diterbitkan di blog Ko-Htike.

Aktivitas Ko-Htike mengingatkan kita pada Salam Pax, nama samaran blogger Irak berusia 29 tahun, yang membagikan kesaksiannya saat jam-jam pertama ketika bom tentara AS melumatkan gedung-gedung di sana. Ia menuliskan semua yang ia saksikan dalam blognya dear_raed.blogspot.com. Seperti juga Ko-Htike, blog Salam Pax dikutip berbagai media.

Kekuatan baru


Ko-Htike lagi-lagi menegaskan pada kita tentang dampak sebuah blog. Tak bisa dipungkiri bahwa blog merupakan kekuatan baru dunia informasi. Medium baru ini telah membuka ruang bagi seluruh warga dunia untuk berkontribusi dalam arus informasi global. Informasi bukan lagi monopoli media-media mainstream. Suara para blogger tidak bisa lagi diabaikan.

Bayangkan, di Myanmar masyarakat yang memiliki akses internet hanya 0,56 persen dari populasi penduduk. Tapi, dalam peristiwa kerusuhan kemarin, sepak terjang mereka berhasil membuka mata dunia tentang apa yang sesungguhnya terjadi di sana. Junta militer bahkan harus memutus seluruh jaringan internet untuk membungkam mereka. Junta telah kalah dalam perang telekomunikasi dengan orang-orang yang melek teknologi yang jumlahnya tidak mencapai satu persen dari populasi penduduk negara itu.

Berbeda dengan Myanmar, di Amerika para blogger sudah memiliki posisi tawar yang solid. Pemerintah maupun masyarakat di sana menyadari kekuatan medium baru ini dalam membentuk opini publik. Negeri adidaya itu mencatat sejarah ketika untuk pertamakalinya memberikan kartu pers kepada dua orang blogger guna meliput pengadilan federal dalam kasus mantan kepala staf Gedung Putih, Lewis “Scooter” Libby.

Baru-baru ini juga diberitakan, Presiden Bush mengundang 10 blogger untuk sebuah wawancara khusus mengenai isu-isu milter. Lepas dari seluruh kritik atas pilihan blogger yang diundang, Gedung Putih menyadari bahwa suara-suara manusia maya di blog perlu dirangkul sebagai salah satu saluran penyebaran informasi.

Kehadiran blog atau weblog adalah isyarat lahirnya sebuah kekuatan baru media. Tidak ada data yang pasti berapa jumlah blog di internet. Technorati, lembaga penelusur blog, mengungkapkan, jumlah blog bertambah dua kali lipat setiap bulan. Sementara, setiap hari tercipta lebih dari 70 ribu blog baru di seluruh dunia.

Bagaimana di Indonesia? Berita yang mengejutkan tentang aktivitas ngeblog di negeri ini datang dari Majalah Business Week yang memasukkan Jakarta dalam 30 kota yang aktivitas ngeblog-nya tinggi. Memerhatikan koneksi internet di Indonesia yang relatif masih mahal dan kecil bandwithnya kita bisa melihat bahwa ada antusiasme yang tinggi pada masyarakat Jakarta untuk berkiprah di jagad maya.

Kabar lain datang dari lembaga penyedia layanan blog Word Press. Disebutkan, dalam statistik bulan Juni, setelah bahasa Inggris, bahasa Indonesia berada dalam urutan ketujuh bahasa yang paling banyak digunakan di situs ngeblog itu.

Memang belum ada penelitian yang pasti berapa pemilik blog di Indonesia. Enda Nasution, yang mendapat julukan sebagai bapak blogger Indonesia, memerkirakan jumlah blog di Indonesia sudah mencapai angka 130 ribu, bahkan diperkirakan lebih dari itu. Pertanyaannya, dimanakah mereka?

Pada 27 September mendatang, sejumlah blogger terkemuka di Indonesia berinisiatif menggelar acara Pesta Blogger 2007. Ini merupakan acara kumpul-kumpul blogger berskala nasional yang pertama di Indonesia. Acara yang menggusung tema “Suara Baru Indonesia” ini dimaksudkan sebagai wadah pertemuan dan diskusi bagi para blogger untuk bersama-sama menciptakan iklum ngeblog yang positif di Indonesia. Lebih dari 200 blogger Indonesia bakal hadir dalam acara ini. Kita tunggu saja kiprah suara baru indonesia ini!

Selamat Datang "Kaum Am"


Ide tulisan ini mengendap bertahun-tahun di kepala saya. Sedang, tulisan ini sendiri juga mengendap hampir tiga tahun di komputer saya. Agak basi sebenarnya, tapi tak apalah dari pada mengendap menjadi sampah...

________________________



Filsuf Inggris, Thomas Carlyle (1795-1881), menulis, sejarah dunia merupakan rangkaian biografi orang-orang hebat (The Great Man). Orang-orang hebat ini jumlahnya sedikit, tapi mereka mampu mengubah wajah dunia. Lebih dari dua abad dunia kita banyak dipengaruhi ucapan Carlyle. Mereka yang kerap tampil di ruang-ruang publik, di halaman-halaman media adalah orang-orang besar.

Setiap akhir tahun suatu lembaga atau media selalu menasbihkan orang-orang hebat (person of the year) versi mereka. Hadiah Nobel diberikan kepada orang-orang besar itu. Begitu juga di Indonesia, sebuah majalah mingguan nasional di negeri ini, misalnya, dalam edisi akhir tahun 2006 menasbihkan 10 orang yang mengubah wajah Indonesia. Mereka adalah The Great Man.

Namun, teori The Great Man Carlyle ini mendapat tantangan yang serius di akhir tahun 2006. Majalah TIME edisi 25 Desember 2006-1 Januari 2007 menasbihkan tokoh yang tidak biasa. Person of the Year 2006 versi Majalah TIME adalah YOU. Covernya bergambar layar komputer berkaca mylar dengan papan ketik. Ketika Anda melihat gambar siapa di layar monitor berkaca mylar itu, Anda akan melihat wajah Anda sendiri.

Ya, menurut TIME, tahun 2006 bukan milik orang besar yang terkenal, tapi milik YOU, Anda, Kamu. Itu bisa berarti siapa saja. YOU adalah individu-individu yang selama ini tidak pernah dianggap sebagai bintang tapi telah bekerja mengubah wajah zaman melalui komputer dan jaringan internet di rumah atau di kantor mereka. TIME menulis di halaman covernya, "YOU. Yes, You. You control the information age. Welcome to your world."

Tahun 2006 menorehkan cerita tentang tingkah polah sebuah komunitas di jagad maya yang berkolaborasi dan bekerja diam-diam dalam skala yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dunia tersentak ketika individu-individu itu bergerak bersama menyusun ensiklopedi maya Wikipedia. Jutaan artikel berbagai bahasa terserak menjadi halaman informasi gratis yang bisa diakses semua orang di seluruh dunia. Wikipedia yang disusun oleh orang-orang biasa meruntuhkan dominasi Britannica Online, ensiklopedia yang dikenal sebelumnya yang disusun oleh para ahli di bidangnya masing-masing.

Tahun 2006 juga tahunnya para blogger yang mengirim jutaan informasi di weblog mereka. Para blogger perlahan-lahan mengambil tempat di garda terdepan arus informasi. Mereka menyajikan hal-hal yang diabaikan media-media tradisional.

Dari blogosphere (dunia blog) kita bisa menyaksikan tulisan Kapten Lee Kelley (35) seorang tentara pasukan AS di Irak. Lewat blognya, Wordsmith at War, Kelley melaporkan apa yang terjadi di Ramadi, Irak, tempat ia bertugas. Jika Vietnam adalah perang pertama yang "ditelevisikan", Irak adalah perang pertama yang di-"blog"-kan. Kepada TIME, Kelley berujar, ia dan kawan-kawannya kecewa tentang bagaimana media mainstream memotret konflik di Irak dan Afghanistan. Media hanya melaporkan kekacauan-kekecauan besar yang terjadi sehingga masyarakat beranggapan bahwa situasi di sana betul-betul hancur berantakan. Inilah dalil tradisional jurnalistik, "bad news is a good news".

Untunglah, Kelley adalah tentara modern. Ia pergi ke medan perang tidak lagi hanya membawa bedil, tapi juga laptop. Lewat blognya, ia menulis sisi lain perang, tidak melulu kehancuran tapi juga sesuatu yang baik. Misalnya, bagaimana ia dan kawan-kawan tentara membangun sekolah. Ia tak habis pikir kemana saja para wartawan yang meliput di Irak. "Tidak ada orang yang tahu lebih baik tentang apa yang terjadi di medan perang selain tentara yang berada di garis depan," ujanya.

Luar biasa memang perkembangan blog. Technorati.com --mesin pencari weblog—mencatat, setiap hari 75 ribu blog muncul di dunia maya (data akhir tahun 2006). Jumlah ini meningkat dua kali lipat setiap lima bulan. Isinya macam-macam, mulai dari blog tentang Irak yang menceritakan perkembangan situasi di negara itu, blog yang mengkritik arsitektur lapangan golf, blog poker, blog investasi, sampai blog sederhana urusan asmara. Kini tidak ada lagi informasi yang dapat dibendung. Media massa bukan lagi lumbung terakhir penyedia informasi.

Selain blogger, ada satu contoh lain lagi bagaimana seorang individu biasa non bintang berkontribusi di belantara informasi dunia. Ali Khurshid, pemuda Pakistan yang pemalu berusia 22 tahun kini menjadi tekenal di negerinya karena foto-foto yang ia tampilkan di Flickr
- website yang memungkinkan kita saling bertukar foto.

Tentang Pakistan, lihatlah, apa yang selalu ditampilkann media? Yup, selalu tentang konflik politik di negara itu. Citra tentang Pakistan akibat pencitraan media adalah negeri yang ruwet oleh konflik. Khurshid lewat kamera poket digitalnya bercerita kepada dunia tentang sisi lain Pakistan. Sebanyak 200-an foto Khurshid menampilkan panorama alam Pakistan yang indah. Bukan Pakistan versi media.


Saat kita terlelap


Tahun 2006 berlalu dan kita tengah memasuki sebuah zaman baru. Kita seperti terlelap ketika dunia berubah begitu cepat. Dunia bukan lagi bulat tapi datar, kata Thomas L Friedman, wartawan senior, redaktur The New York Times.

Friedman, dalam bukunya The World is Flat, mendalilkan bahwa dunia sedang memasuki globalisasi tahap ketiga. Globalisasi pertama, di rentang tahun 1492-1800, menurut Friedman, terjadi sejak Columbus dengan petualangannya mematahkan mitos bahwa dunia tak berujung.Globalisasi tahap kedua berlangsung di rentang tahun 1800-2000 dimana invasi industri dan hegemoni perusahaan multinasional membuat dunia semakin kecil.

Kini, kita tengah memasuki gerbang globalisasi ketiga dimana dunia menjadi semakin lebih kecil lagi bahkan datar karena konvergensi antar komputer pribadi di seluruh dunia yang memungkinkan setiap orang dalam waktu singkat menulis apa saja yang ingin mereka tulis dan mewartakannya kepada dunia. Serat optik memungkinkan mereka mengakses lebih banyak materi di seluruh dunia dengan murah. Sementara, bentuk-bentuk baru perangkat lunak komputer memungkinkan individu-individu di seluruh dunia bersama-sama mengerjakan suatu materi digital dari manapun tanpa menghiraukan jarak antar mereka. Itulah yang terjadi dengan Wikipedia, Blog, My Space, YouTube, aneka opensource program, dan masih banyak lagi.

Ketersambungan seluruh warga dunia dalam jaringan internet membuka peran seluruh warga dunia untuk terlibat dalam memberikan informasi. Arus informasi tidak lagi up-down tapi bottom-up. Warga dunia menulis sejarahnya sendiri tanpa sensor dan hambatan birokratis. Sebuah proses dialektis yang super egaliter. Semuanya terjadi di depan layar komputer di rumah Anda. Kekuasaan sejarah ada pada papan ketik komputer di rumah Anda, bahkan kini di telepon seluler dalam genggaman Anda di manapun Anda berada.

Selama berabad-abad individu-individu (baca: YOU) ini hanyalah kelompok marginal di ranah jagad informasi. Mereka disebut kaum amatir atau "Am" untuk membedakannya dengan profesional atau "Pro". Perlahan namun pasti, “Kaum Am" ini menggugat ketradisionalan cara kerja redaksi media-media mainstream. Internetlah yang menjadikan mereka sebagai pewarta sekaligus editor. Kenyataan ini mendorong secara masif media mainstream yang selama ini memegang "otoritas tunggal" penyedia informasi memikir ulang posisinya.


***

Pesan apa yang ingin disampaikan sejarah baru ini? Pesannya adalah sebuah dialog peradaban baru tengah berlangsung, bukan dialog yang terjadi antara pemerintah dengan rakyatnya, bukan juga dialog media dengan pembacanya, tapi dialog antar masyarakat sendiri, antar warga dunia, pembaca dengan pembaca, citizen to citizen.

Tentang Blog Ini

Blog ini didedikasikan sebagai ruang diskursus tentang jurnalisme online. Tulisan-tulisan di blog ini adalah buah gagasan dan renungan yang mencuat begitu saja di kepala. Anda pun bisa berbagi ide di sini.

Sebagai anak bungsu jurnalisme, online menawarkan banyak peluang menarik untuk dikembangkan karena sebagai medium, ia mengonvergensi semua tradisi jurnalistik. Kalau cetak hanya menyajikan text dan foto, lalu radio menyajikan audio, dan televisi menyuguhkan video, maka online menyediakan semuanya. Online adalah multimedia. Maka, para pekerjanya juga dituntut menjadi multijurnalis.

Namun, lebih dari itu, online juga menawarkan suatu bentuk partisipasi pembaca secara langsung dan real time. Pembaca bisa memperkaya atau bahkan menyumbang informasi. Bahkan pembaca bisa menjadi jurnalis itu sendiri.

Di ruang baru ini ada kebiasaan-kebiasaan tradisional jurnalistik yang bergeser. Hmm...seperti apakah "binatang baru" hasil evolusi zaman di mula milenium ini? Mari kita perkarakan di sini.